Duhai puanku, bila saatnya tiba kau baca
surat cintaku ini, aku hanya berharap esok hari saat dimana kau kecup punggung
tanganku untuk yang pertama kali di hadapan penghulu, para saksi, orang tua
kita, saudaramu, saudaraku, sahabatmu, sahabatku, adalah simbol cintamu yang
akan selalu ada disisiku sampai Izrail menghampiri kita.
Pujaanku, jangan kaget bila aku menuliskan surat cinta ini jauh dari hari saat kau membacanya. Saat aku belum melihat paras cantikmu, saat aku belum mengenal akhlak muliamu, saat aku belum tahu namamu. Jangan khawatir sayang, dulu kita sudah bertemu. Saat di alam ruh. Allah telah memilihkan kamu untuk menjadi istriku, saat empat bulan masa kandunganku di dalam perut ibu. Sejak saat itu namamu sudah disandingkan di sebelah namaku. Sejak saat itu aku sudah mencintaimu.
Kasihku, selain mahar yang kau minta saat pernikahan kita. Aku ingin berikan kau satu lagi : sebuah mukjizat Nabi terakhir. Alquranul Karim, yang akan selalu kau baca dengan suara merdumu, sebagai pelepas lelahku sepulang aku bekerja. Alquranul Karim, yang akan kau ajarkan betapa indah lantunan ayat-ayat suci kepada anak-anak kita nanti. Alquranul Karim, yang akan kau baca tepat disampingku nanti, saat aku terkulai lemah tak lagi berarti walau hanya untuk menjentikan jari. Alquranul Karim, yang akan selalu kau bawa dan kau baca tepat di samping nisanku nanti apabila Izrail menjemputku lebih dulu. Tetaplah bacakan untukku walau seayat, aku pasti akan merindukan suara bidadariku bernyanyi : Kau mengaji.
Sayangku, mungkin aku tak lebih hebat dari ayahmu dalam menjagamu. Aku tak segagah ia melindungi dirimu, mempertahankanmu dari para pria yang menginginkanmu darinya, termasuk aku yang akhirnya ia percayakan sebagai penggantinya untuk menjagamu. Tapi puanku, percayalah, kaulah alasanku untuk belajar menjadi pria yang kuat. Pria yang rela walau harus sampai mati melindungimu, demi menjaga hatimu, kehormatanmu juga ragamu. Dinginnya malam sekalipun tak akan aku biarkan mengigit kulit indahmu.
Cintaku, izinkanlah akau saat esok hari nanti, sebelum kuucapkan ijab qabul pernikahan kita yang disahkan para saksi, kulantunkan sebait ayat suci : An Nisa, 34, sebagai janjiku yang akan selalu melindungimu atas nama laki-laki sebagaimana Allah telah mewahyukan ayat itu kepada Muhammad nabi kita.
Duhai wanitaku, saat kau sudah menggenapkan agamaku nanti, sesudah kau amini Al-Fatihahku yang pertama kali, setelah pertama kalinya kau cium tanganku selepas sholat, aku ingin saat itu kau selalu jadi pengingatku : aku hanya manusia yang terkadang lupa, sering melakukan salah, dan laki-laki yang tak peka seperti wanita. Sekali kau memohon : ‘Maukah kau lakukan itu untukku?’ Demi apa pun, apalah arti dunia jika aku melihat air matamu. Kan kulakukan sepenuh hati hanya untukmu duhai Betariku.
Bidadariku, aku berjanji, karena aku sadar tidak akan mampu berbuat adil sebagaimana Rasulullah, saat kau menjadi istriku nanti, akan kujadikan kaulah satu-satunya wanita di dunia dan akhirat, seperti halnya Sayidina Ali Radliallahuanhu menjadikan Fatimah Az Zahra satu-satunya bidadari bumi yang dimilikinya.
Kasihku, saat aku telah menjadi imammu nanti, tak akan pernah berhenti aku mencari rezeki. Selama masih keluar keringat kuperas dari tubuhku, selama masih kuat kubanting tulang punggungku, aku akan terus menafkahimu. Tak akan kubiarkan kau dan anak-anak kita kelaparan dan kehausan, kupastikan kalian tak akan pernah kekurangan cinta & kasih sayangku.
Jelitaku, kalau boleh aku meminta. Aku menginginkan putri yang menjadi buah hati kita yang pertama. Kita didik ia menjadi anak yang shalehah, dan kan kutanam sekeping jiwamu pada dirinya. Agar apabila nanti kau dipanggil lebih dulu oleh Pemilikmu yang sebenar – benarnya, aku masih bisa melihat kamu dalam diri putri kita. Dan aku ingin putra kita hanya terpaut satu tahun dengan kakaknya. Agar ia bisa tumbuh dewasa bersama saudari kandungnya. Dan akan kutempa dia agar menjadi pria yang kuat, bahkan melebihi aku. Agar apabila nanti aku yang kembali lebih dulu ke sisiNya, ia bisa menjaga ibu dan kakaknya seperti yang telah kulakukan dan kuajarkan kepadanya.
Manis, saat aku resmi menjadi suamimu nanti. Tak kan kulewatkan pagi tanpa mengecup keningmu yang harum. Kan kulakukan tiap aku hendak bekerja, atau tiap kali aku pergi meninggalkanmu. Dan akan selalu kulisankan tiga kata setelah bibirku ini meletakkan cinta di wajahmu : I love you. Dan tak akan kulewatkan pula detik berharga sebelum kau memejamkan mata, kembali kan kuletakkan cinta di kening atau pipimu. Aku tak akan bosan menciummu setiap hari, sayang. Seperti halnya nabimu juga nabiku yang tak pernah bosan melakukan hal romantis ini kepada istrinya setiap hari.
Batariku, aku tahu perjalanan bahtera kita tak akan selalu berlangit cerah. Syaitan pun tak kan pernah berhenti merusak hidup manusia sampai kiamat tiba. Maka ingatkanlah aku dengan kelembutan hatimu, agar tak ada hal lain yang kulakukan untukmu selain mencintaimu dan melindungimu. Sungguh aku tahu wanita itu tercipta dari tulang rusuk pria yang paling bengkok. Maka tak akan kupaksa ‘tuk luruskan engkau hingga patah, dan tak akan pula kubiarkan engkau tetap bengkok. Islam yang akan selalu menuntunku bagaimana seharusnya aku memperlakukanmu.
Sayang percayalah, aku akan selalu mencintaimu di tiap waktuku. Aku akan tetap menciummu, meski pipimu tak lagi sekencang dulu, meski keriput tlah menggarisi keningmu. Aku akan tetap membelai rambutmu, meski putih telah memakan habis hitamnya yang indah. Aku akan tetap memelukmu, meski bungkuk badanmu dan ringkih tubuhmu, aku akan tetap memelukmu.
Berjanjilah cinta, apabila tiba saatnya Izrail memamerkan surga dan neraka di kedua sayapnya di hadapanku. Jangan pernah berhenti bisikkan nama Allah di telingaku, jangan pernah kau lepas genggaman tanganku dan jangan dulu jatuhkan air matamu sebelum malaikat benar – benar mencabut ruh dari ragaku. Sudah kubilang: Apalah arti dunia jika aku melihat air matamu.
Tenanglah kasih, batu nisan memang akan pisahkan dunia kita nanti, tapi dia tak akan mampu pisahkan cinta kita. Aku mencintaimu tak hanya di dunia.
Semoga Allah mengabulkan doa di tiap sujudku, agar pernikahan kita tak hanya dilanggengkan di dunia, tapi juga diabadikan di taman surgaNya. Amin…
Aku mencintaimu karena Allah, bidadari surgaku…
Pujaanku, jangan kaget bila aku menuliskan surat cinta ini jauh dari hari saat kau membacanya. Saat aku belum melihat paras cantikmu, saat aku belum mengenal akhlak muliamu, saat aku belum tahu namamu. Jangan khawatir sayang, dulu kita sudah bertemu. Saat di alam ruh. Allah telah memilihkan kamu untuk menjadi istriku, saat empat bulan masa kandunganku di dalam perut ibu. Sejak saat itu namamu sudah disandingkan di sebelah namaku. Sejak saat itu aku sudah mencintaimu.
Kasihku, selain mahar yang kau minta saat pernikahan kita. Aku ingin berikan kau satu lagi : sebuah mukjizat Nabi terakhir. Alquranul Karim, yang akan selalu kau baca dengan suara merdumu, sebagai pelepas lelahku sepulang aku bekerja. Alquranul Karim, yang akan kau ajarkan betapa indah lantunan ayat-ayat suci kepada anak-anak kita nanti. Alquranul Karim, yang akan kau baca tepat disampingku nanti, saat aku terkulai lemah tak lagi berarti walau hanya untuk menjentikan jari. Alquranul Karim, yang akan selalu kau bawa dan kau baca tepat di samping nisanku nanti apabila Izrail menjemputku lebih dulu. Tetaplah bacakan untukku walau seayat, aku pasti akan merindukan suara bidadariku bernyanyi : Kau mengaji.
Sayangku, mungkin aku tak lebih hebat dari ayahmu dalam menjagamu. Aku tak segagah ia melindungi dirimu, mempertahankanmu dari para pria yang menginginkanmu darinya, termasuk aku yang akhirnya ia percayakan sebagai penggantinya untuk menjagamu. Tapi puanku, percayalah, kaulah alasanku untuk belajar menjadi pria yang kuat. Pria yang rela walau harus sampai mati melindungimu, demi menjaga hatimu, kehormatanmu juga ragamu. Dinginnya malam sekalipun tak akan aku biarkan mengigit kulit indahmu.
Cintaku, izinkanlah akau saat esok hari nanti, sebelum kuucapkan ijab qabul pernikahan kita yang disahkan para saksi, kulantunkan sebait ayat suci : An Nisa, 34, sebagai janjiku yang akan selalu melindungimu atas nama laki-laki sebagaimana Allah telah mewahyukan ayat itu kepada Muhammad nabi kita.
Duhai wanitaku, saat kau sudah menggenapkan agamaku nanti, sesudah kau amini Al-Fatihahku yang pertama kali, setelah pertama kalinya kau cium tanganku selepas sholat, aku ingin saat itu kau selalu jadi pengingatku : aku hanya manusia yang terkadang lupa, sering melakukan salah, dan laki-laki yang tak peka seperti wanita. Sekali kau memohon : ‘Maukah kau lakukan itu untukku?’ Demi apa pun, apalah arti dunia jika aku melihat air matamu. Kan kulakukan sepenuh hati hanya untukmu duhai Betariku.
Bidadariku, aku berjanji, karena aku sadar tidak akan mampu berbuat adil sebagaimana Rasulullah, saat kau menjadi istriku nanti, akan kujadikan kaulah satu-satunya wanita di dunia dan akhirat, seperti halnya Sayidina Ali Radliallahuanhu menjadikan Fatimah Az Zahra satu-satunya bidadari bumi yang dimilikinya.
Kasihku, saat aku telah menjadi imammu nanti, tak akan pernah berhenti aku mencari rezeki. Selama masih keluar keringat kuperas dari tubuhku, selama masih kuat kubanting tulang punggungku, aku akan terus menafkahimu. Tak akan kubiarkan kau dan anak-anak kita kelaparan dan kehausan, kupastikan kalian tak akan pernah kekurangan cinta & kasih sayangku.
Jelitaku, kalau boleh aku meminta. Aku menginginkan putri yang menjadi buah hati kita yang pertama. Kita didik ia menjadi anak yang shalehah, dan kan kutanam sekeping jiwamu pada dirinya. Agar apabila nanti kau dipanggil lebih dulu oleh Pemilikmu yang sebenar – benarnya, aku masih bisa melihat kamu dalam diri putri kita. Dan aku ingin putra kita hanya terpaut satu tahun dengan kakaknya. Agar ia bisa tumbuh dewasa bersama saudari kandungnya. Dan akan kutempa dia agar menjadi pria yang kuat, bahkan melebihi aku. Agar apabila nanti aku yang kembali lebih dulu ke sisiNya, ia bisa menjaga ibu dan kakaknya seperti yang telah kulakukan dan kuajarkan kepadanya.
Manis, saat aku resmi menjadi suamimu nanti. Tak kan kulewatkan pagi tanpa mengecup keningmu yang harum. Kan kulakukan tiap aku hendak bekerja, atau tiap kali aku pergi meninggalkanmu. Dan akan selalu kulisankan tiga kata setelah bibirku ini meletakkan cinta di wajahmu : I love you. Dan tak akan kulewatkan pula detik berharga sebelum kau memejamkan mata, kembali kan kuletakkan cinta di kening atau pipimu. Aku tak akan bosan menciummu setiap hari, sayang. Seperti halnya nabimu juga nabiku yang tak pernah bosan melakukan hal romantis ini kepada istrinya setiap hari.
Batariku, aku tahu perjalanan bahtera kita tak akan selalu berlangit cerah. Syaitan pun tak kan pernah berhenti merusak hidup manusia sampai kiamat tiba. Maka ingatkanlah aku dengan kelembutan hatimu, agar tak ada hal lain yang kulakukan untukmu selain mencintaimu dan melindungimu. Sungguh aku tahu wanita itu tercipta dari tulang rusuk pria yang paling bengkok. Maka tak akan kupaksa ‘tuk luruskan engkau hingga patah, dan tak akan pula kubiarkan engkau tetap bengkok. Islam yang akan selalu menuntunku bagaimana seharusnya aku memperlakukanmu.
Sayang percayalah, aku akan selalu mencintaimu di tiap waktuku. Aku akan tetap menciummu, meski pipimu tak lagi sekencang dulu, meski keriput tlah menggarisi keningmu. Aku akan tetap membelai rambutmu, meski putih telah memakan habis hitamnya yang indah. Aku akan tetap memelukmu, meski bungkuk badanmu dan ringkih tubuhmu, aku akan tetap memelukmu.
Berjanjilah cinta, apabila tiba saatnya Izrail memamerkan surga dan neraka di kedua sayapnya di hadapanku. Jangan pernah berhenti bisikkan nama Allah di telingaku, jangan pernah kau lepas genggaman tanganku dan jangan dulu jatuhkan air matamu sebelum malaikat benar – benar mencabut ruh dari ragaku. Sudah kubilang: Apalah arti dunia jika aku melihat air matamu.
Tenanglah kasih, batu nisan memang akan pisahkan dunia kita nanti, tapi dia tak akan mampu pisahkan cinta kita. Aku mencintaimu tak hanya di dunia.
Semoga Allah mengabulkan doa di tiap sujudku, agar pernikahan kita tak hanya dilanggengkan di dunia, tapi juga diabadikan di taman surgaNya. Amin…
Aku mencintaimu karena Allah, bidadari surgaku…